KUAT
(Efesus 6:10)
Sebelum kita lebih jauh berbicara mengenai
kata ‘kuat’, baiklah kita mengetahui lebih dahulu apa arti atau makna kata
tersebut. Kita pun perlu menyamakan persepsi kita mengenai kata tersebut. Apa
sesungguhnya makna kata ‘kuat’?
Kata ‘kuat’ hanya menjelaskan tampilan, atau
apa yang telah ditampilkan oleh sesuatu atau seseorang. Bila sesuatu atau
seseorang dikatakan kuat berarti kita harus mengetahui lebih jauh bahwa ada
sesuatu kekuatan (power), tenaga, daya tahan, atau potensi di dalam sesuatu
atau seseorang itu.
Hal inilah yang perlu kita kenali atau kita
ketahui, yaitu kekuatan, tenaga, daya tahan, atau potensi yang membuat sesuatu
atau seseorang disebut kuat.
Bila seseorang dikatakan kuat maka kita harus
menggali lebih jauh apakah dia kuat karena ada kuasa atau karena ada tenaga,
atau karena memiliki daya tahan, atau karena memiliki potensi.
Bila hal itu bersumber dari manusia atau dari
dunia berarti kekuatan tersebut akan sangat terbatas. Seseorang yang disebut
kuat dan kekuatannya berasal dari dunia berarti kekuatannya akan sangat
terbatas, seperti Goliat yang sombong dengan kekuatannya sendiri dapat
dikalahkan oleh Daud yang memiliki kekuatan dari Tuhan.
Orang percaya menjadi kuat karena mereka
memperoleh kekuatan atau kuasa dari Tuhan Yesus. Orang percaya memiliki
kekuatan sejati karena kekuatan mereka bukan dari dunia atau dari diri mereka
sendiri tetapi sungguh mereka peroleh dari Yesus Kristus yang menghendaki
mereka kuat di dalam Dia.
Demikianlah Rasul Paulus menyampaikan hal ini
kepada Jemaat di Efesus: “Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di
dalam kekuatan kuasa-Nya.” (Efesus 6:10)
Apa sesungguhnya arti ayat firman Tuhan
Efesus 6:10 di atas?
Ayat Firman Tuhan tersebut memberi makna
bahwa kita bisa kuat bila Tuhan yang menjadi potensi kita bekerja di dalam
kita. Tuhan sendirilah yang menjadi potensi kita. Tuhan telah menempatkan
potensi itu dalam diri kita.
Potensi adalah kemampuan yang belum
tersingkap dan kekuatan yang terpendam dalam diri manusia. Sayangnya manusia
cenderung mencari kebenaran sendiri, bukan fakta atas sesuatu. Kita melihat
potensi dalam fakta yang ada, bukan pembenaran diri karena kita melihat dan
mengetahuinya. Misalnya, bila saya meletakkan sebiji benih (batu) mangga di
meja dan saya bertanya kepada anda, “apakah yang ada di atas meja?”
Mungkin anda akan menjawab dengan menyebutkan
apa yang tampak jeals bagi anda yakni sebiji benih (batu) mangga. Namun jika
kita memahami sifat sebiji benih maka kita akan menjelaskan apa yang akan
terjadi dari sebiji batu mangga tersebut, yakni pohon mangga yang bisa
menghasilkan banyak buah mangga (biji mangga) yang bisa menghasilkan banyak
pohon mangga.
Sesungguhnya apa yang ada di atas meja adalah
kebun mangga, atau hutan mangga. Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan
memperlengkapinya dengan potensi, kekuatan tak terbatas.
Anak-anak Tuhan memperoleh kekuatan dari
Tuhan, sudah jelas. Tetapi apakah mereka memperolehnya begitu saja. Apakah
ucuk-ucuk mereka memperoleh kekuatan dari Tuhan begitu mereka mendaftarkan diri
mereka pada sebuah gereja yang menyatakan identitas mereka menjadi Kristen?
Tentu saja tidaklah demikian. Setiap orang
percaya yang ingin memperoleh kekuatan dari Tuhan dengan memenuhi syarat yang
Tuhan telah berikan. Memang Tuhan telah menjanjikan bahkan Dia menghendaki
anak-anak-Nya memperoleh kekuatan dari-Nya, tetapi tentu saja sesuai
kehendak-Nya. Apa sih kehendak Tuhan bagi kita?
Tuhan menghendaki kita untuk percaya kepada-Nya.
Apa yang dimaksud dengan ‘percaya’?
Dalam bahasa Inggris ada dua kata yang
menyebutkan percaya, yakni believe,
dan trust. Jika kita berkata kepada
seseorang “I believe you.” Berarti
kita bermaksud bahwa kita percaya keberadaannya, kita percaya bahwa dia berhati
benar, tidak pembohong.
Dan bila kita berkata kepada seseorang, “I trust you.” Berarti kita bermaksud
bahwa kita percaya atas kemampuannya untuk melakukan sesuatu yang kita
percayakan kepadanya.
Percaya kepada Allah berarti percaya akan
keberadaan-Nya, dan percaya akan kemahakuasaan-Nya. Kata percaya sering
dihubungkan dengan kata iman baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian
Baru.
Kata percaya lebih kepada memberikan makna
keyakinan dalam hati, sedangkan kata iman merupakan perwujudan dari pada makna
percaya yang ada dalam hati. Jika kita berkata bahwa kita percaya kepada Tuhan
berarti kita harus bisa memperlihatkan arti percaya itu pada sikap dan
perbuatan kita dalam hidup. Dan itulah yang dikatakan dengan iman.
Percaya kepada Allah berarti berserah
sepenuhnya kepada Allah. Taat kepada Allah. Tidak pernah ragu, khawatir, atau
takut. Tidak mengandalkan diri sendiri atau sesuatu hal lain.
Agar lebih jelas tentang kata percaya yang
diwujudkan pada iman, marilah kita simak apa kata nats berikut ini: “Percayalah
kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia.
Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya , dan Ia akan
brtindak; (Maz 37:3,5).
Dalam hal ini pemazmur Daud menyatakan iman
percayanya kepada Tuhan, dan sekali gus mengajak orang lain agar percaya hanya
kepada Allah.
Selanjutanya nats Firman Tuhan, “Percayalah
kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu
sendiri.” (Amsal 3:5)
Dalam hal ini Salomo mengajak setiap pembaca
Firman Tuhan ini untuk percaya kepada Tuhan dengan segenap hati. Artinya tidak
ada tempat di hati kita untuk mempercayai hal lain, termasuk pengertian kita
sendiri. Salomo melanjutkan, “Siapa percaya kepada hatinya sendiri adalah orang
bebal.” (Amsal 28:26) Dalam hal ini Salomo menengaskan bahwa manusia tidak
boleh mengandalakan pikiran dan pengertiannya sendiri.
Nats Firman Tuhan, “Orang-orang yang percaya
kepada patung pahatan akan berpaling ke belakang dan mendapat malu, yaitu
orang-orang yang berkata kepada patung tuangan “Kamulah allah kami!” Yesaya
42:17). Dalam hal ini Tuhan memperingatkan manusia melalui nabi Yesaya agar
jangan menyembah berhala apapun bentuknya. Allah mencela keras setiap orang
yang menyembah berhala.
Selanjutnya nats Firman Tuhan, “Terkutuklah
orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan
yang hatinya menjauh dari Tuhan” (Yeremia 17:5). Melalui nats ini kita dapat
memahami bahwa Allah memperingatkan manusia melalui nabi Yeremia agar manusia
jangan percaya kepada apa pun yang dari manusia.
Pengertian kata ‘percaya’ itu bisa juga
dilukiskan dalam bentuk bahasa yang sangat dalam untuk lebih menyatakan rasa
percayanya, seperti yang diungkapkan oleh Pemazmur Daud, “Dialah bukit batuku,
kubu pertahananku dan penyelamatku; Allahku, gunung batuku, kubu pertahananku
dan penyelamatku; Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku,
tanduk keselamatanku, kota bentengku” (Mazmur 18:2-3).
Bila kita berbicara mengenai iman percaya,
seorang yang tidak bisa kita lewatkan adalah Abraham. Dia adalah seorang figur
yang patut kita teladani dalam hal percaya kepada Allah. Hampir seluruh
hidupnya membuktikan bahwa ia sungguh-sungguh pecaya kepada Allah dengan iman
yang mendalam. Mengenai dia tertulis, “Percayalah ia kepada Tuhan, maka Tuhan
memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran” (Kejadian 15:6).